Jumat, 08 Mei 2015

“PENDIDIKAN MEMBENTUK KEMAMPUAN YANG TERPENDAM” (KISAH KELAHIRAN GATOT KACA)



WACANA DHARMA (Pujawali)
“PENDIDIKAN MEMBENTUK KEMAMPUAN YANG TERPENDAM”
(KISAH KELAHIRAN GATOT KACA)
(Adi Winarno; Pura Halim Perdana Kusuma 3/5/2015)

“Om Swastyastu”
Umat sedharma yg penuh sayang
Ada bebrapa pendapat yang memberikan pengertian pendidikan yang dalam perumusanya dapat dibedakan secara sempit dan umum. Dalam arti sempit pendidikan adalah perbuatan yang sengaja dan sadar dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa dengan maksud untuk mempengaruhi. Sedangkan pendidikan dalam arti umum adalah kegiatan yang sengaja dilakukan seseorang kelompok terhadap seseorang atau kelompok orang yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.
Pendidikan Agama Hindu pada dasarnya merupakan penunjang dalam mencapai cita-cita pembangunan dan tujuan nasional melalui pembangunan fisik dan mental spiritual. Pedoman pembinaan umat Hindu dari hasil persamuan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia tanggal 4 sampai 7 Februari 1988 “mengarahkan pembinaan umat hindu melalului pendekatan Dharma Agama.
Demikian pula mewujudkan Dharma Agama diarahkan kepada umat untuk mendalami menghayati ajaran agama, taat melaksanakan ajaran agama menjujung kitab suci dan menumbuhkan rasa kesetiakawanan sehingga mewujudkan tiga kerukunan hidup beragama yaitu : “kerukunan itern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah.” (Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 1993 : 6)
Umat sedharma yg penuh kasih
1.      Seperti apa pendidikan yang berguna?
2.      Bagaimana cara mengaplikasikanya di masa kini?
Umat sedharma yang penuh kasih

Dalam kisah pewayangan jawa di sebutkan ketika dewi arimbi mengandung anak bima. Seluruh rakyat Pringgandani sangat bersukacita, dikarenakan anak ini akan menjadi generasi penerus sebagai Raja di Pringgandani bila Dewi Arimbi sudah tiada.
Saat itu seluruh putra Pandawa disertai Sri Batara Kresna tidak ketinggalan seluruh punakawan Semar, Astrajingga, Dawal dan Gareng berkumpul di Istana Pringgandani, mereka sedang berkumpul menunggu saat kelahiran sang putra Bima, dan akhirnya anak yang di nantikan telah lahir,di samping dewi arimbi yang masih di sertai dengan tali pusar yang belum terputus, di karenakan tidak ada senjata yang mampu memutuskan tali puser jabang tutuka tersebut, lalu ketka Bima mendengar hal tersebut, mengunakan Kuku Pancanaka tapi tidak mampu memotong tali puser jabang tutuka, lalu meminta bantuan saudara-saudaranya arjuna yang mengunakan berbagai senjata seperti, diikuti oleh Arjuna mencoba menggunakan seluruh senjatanya diawali dengan keris Pancaroba, keris Kalandah, panah Sarotama bahkan panah Pasopati semuanya gagal. Sri Batara Kresna yang saat itu hadir mencoba dengan senjata saktinya Cakra Udaksana, hanya menghasilkan percikan-percikan api ketika dicoba memotong tali ari-ari itu. Semuanya terbengong-bengong merasa takjub dan heran disertai rasa putus asa, Dewi Arimbi hanya bisa menangis melihat hal tersebut dirundung rasa khawatir jika anaknya harus membawa tali ari-ari hingga dewasa. Ditengah suasana tersebut tanpa diketahui sebelumnya Begawan Abiyasa yang tak lain kakek dari para Pandawa atau buyut dari Jabang Tutuka telah hadir ditempat tersebut, semua yang hadir memberikan sembah sungkem kepadanya. Begawan yang sakti mandraguna ini mengatakan bahwa tali ari-ari itu hanya akan bisa dipotong oleh senjata kadewatan yang berasal dari Batar Guru. Untuk itu Sang Begawan meminta Arjuna untuk pergi ke Kahyangan mencari senjata tersebut. Setelah mendapat perintah dari kakeknya dan meminta ijin kepada saudara-saudaranya Arjuna disertai oelh para punakawan segera menuju Kahyangan untuk mencari senjata yang dimaksud oleh Begawan Abiyasa, sedangkan Sang Begawan sendiri bergegas pulang kembali ke Padepokan setelah memberikan do’a serta merapal beberapa mantra untuk buyut / cicitnya tersebut.
Ketika di kayangan Arjuna kaget mendengar pernyataan Rsi Narada yang memberikan senjata Konto wijayadhanu kepada radeya dengan alasan di kiranya sang Arjuna, mendengar hal tersebut Arjuna langsung mengejar Radeya dan terjadilah perkelahian antara arjuna (putra Indra) dan Radeya (putra Surya) yang akhirnya Arjuna hanya mendapatkan sarungnya atau kerangkanya, sedang radeya mendapatkan senjatanya, ketika itu Arjuna dan Punakawan menghadap kepada Semar (Ismoyo) untuk melaporkan kejadian tersebt, lalu Semar menyatakan ini memang sudah di tuliskan bahwa kelak jabangtutukan Akan meninggal ketka bertempur melawan radeya atau Karna (Bharathayudha), karena senjata tersebut setelah memotong tali puser jabang tutuka tersebut langsung menjadi satu dng tubuhya, karena itu ketika senjata kunto wijayadanu masuk kesarungny yg menjadi satu dgn tubuh jabang tuttuka maka jabang tutuka yg kelak namanya Gatotkaca tersebut.
Setelah itu jabang tutuka di bawah ke khayangan oleh Arjuna untuk melawan Naga percona (yg mengalahkan para dewa), setelah itu jabang tutuka di taruh di dpan gerbang sorga untuk melawan Naga percona yg bengis, ketika naga percona tau, dia mengira bahwa bayi yg bisanya menangis untuk melawan raksasa yg sakti, lalu ketika bayi tersebut di angkat di depan matanya, bayi tersebut mengayunkan tanganya ke mata naga percona sehingga melukai matanya, spontan raksasa tersebut langsung membanting bayi tersebut hingga tewas, para deva was-was kalau Bima sampai tau kalau anaknya tewas di kayangan maka Bima akan murka, tapi Semar langsung berbisik pada Bhatara guru untuk menggodok jabang tutuka di kawah candradimukha, Yamadipati langsung menyiapkan persiapan, Selanjutnya para dewa disuruhnya melemparkan / mencampurkan senajata yang dimilikinya untuk membentuk tubuh Jabang Tutuka lebih kuat, lama-kelamaan terbentuklah tubuh satria gagah dari dalam godogan tersebut. Kemudian para dewa membirkannya pakaian dan perhiasan untuk Jabang Tutuka yang baru tersebut, selanjutnya diakarenakan dia mati belum waktunya berhasil dihidupkan kembali oleh Batar Guru.
Selain mendapat anugerah berupa pakaian, perhiasan dan senjata yang sudah membentuk tubuhnya Jabang Tutuka juga memperoleh beberanama dari para dewa diantaranya : Krincing Wesi, Kaca Negara, Purabaya, Kancing Jaya, Arimbi Suta, Bima Putra dan Gatotkaca. Nama terakhir inilah yang kemudian digunakan dalam dunia pewayangan. Dengan tampilan yang sangat beda dari sebelumnya Jabang Tutuka yang menggunakan nama baru Gatotkaca bertempur kembali dengan Naga Percona, dan akhirnya behasil merobek mulut dan tubuh Naga Percona menjadi dua bagian. Itulah akhir dari hidupnya Naga Percona yang membawa kedamaian di Kahyangan, sekaligus menjadi awal kepahlawanan Gatotkaca sang putra Bima.

Umat sedharma yg penuh dengan waranugraha
Makanaya adalah :
Manusia yang lahir ke dunia hendaknya bisa berguna bagi orang lain, idealnya dari mulai menghirup nafas di bumi ini hingga akhir hayatnya bisa berguna bagi orang lain. Kelahiran anak sudah pasti menjadi kebanggaan dari orangtua, apalagi jika sang anak benar-benar bisa berguna dan berjasa bagi sesama. Untuk mencapai keberhasilan jangan segan-segan menempa kemampuan anak sesuai dengan batas kemampuan anak tersebut, sehingga bisa memaksimalkan seluruh bakat dan kemampuannya yang terpendam, disamping itu tempaan yang diterima oleh anak akan menjadikannya kuat, tabah dan dewasa dalam berfikir dan bertindak. Selain itu jika memegang amanat handaklah bisa dipercaya dan tepat memberikannya kepada tujuan yang benar, jangan sampai salah menyampaikan amanat dikarenakan akan menimbulkan malapetaka diakhir kemudian. Seluruh perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan.
Menurut ajaran agama Hindu pendidikan dikelompokan menjadi tiga sentra utama yang dikenal dengan sebutan Tri pusat pendidikan yaitu : (a) pendidikan keluarga, (b) pendidikan sekolah, (c) pendidikan masyarakat.
a.              Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan pendidikan informal yang tertua dan yang paling utama yang dialami oleh anak, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Juga dikatakan utama karena sebagian besar kehidupan anak dalam lingkungan keluarga sehingga pendidikan paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
b.             Pendidikan sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah adalah merupakan bagian dari pendidikan keluarga dan sekaligus merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga pendidikan sekolah adalah merupakan perantara bagi anak untuk menghubungkan kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat kelak.
c.              Pendidikan masyarakat (organisasi)
Pendidikan masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah. Di sinilah yg di maksud kawah candradimuka anak akan di godok dalam lingkungan masyarakat untuk membuatnya kuat dan gagah dalam menghadapi segala persoalan yang ada, karena Pendidikan di masyarakat ini biasanya dimulai setelah anak lepas dari asuhan keluarga dan juga pendidikan sekolah, dengan demikian seseorang harus belajar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan masyarakat yang pada umumnya memiliki corak ragam pendidikan yang banyak sekali meliputi segala bidang pengertian-pengertian, sikap dan minat maupun masalah kesusilaan dan keagamaan.
Umatsedharma yg penuh cintah kasih
Dari sedikit penjelasan di atas kita mendapat kesimpulan adalah bahwa bahwa pendidikan sangatlah penting baik bagi diri individu maupun bagi sesama, maka dari cerita kelahiran gatot kaca telah menunjukan dirinya bisa mengalahkan musuhnya begitu juga kita pasti bisa mengikuti arus globalisasi dalam masyarakat untuk menjadikan diri sebagai sosok yang lebih dewasa.
Maka dari itu umat sedharma mari kita buktikan pada diri sendiri bahwa kita adalah orng yg mampu dan bisa menghadapi kawah candradimuka sehingga membuat kita menjadi dewasa.
Umat sedharma yang penuh cintah dan kebahagiaan
Dengan demikian yg sedikit saya sampaikan pada pesan dharma kali ini semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua
Om santih santih santih




Minggu, 05 April 2015

Rangkaian Nyepi Di Malang JaTim



HARI SUCI NYEPI YANG DI RAYAKAN
OLEH UMAT HINDU DI MALANG, JAWA TIMUR 2015 (1937)
OLEH : ADI WINARNO 30-03-2015

A.           Sejarah Nyepi
Kondisi India sebelum Masehi, diwarnai dengan pertikaian yang panjang antara suku bangsa yang memperebutkan kekuasaan sehingga penguasa (Raja) yang menguasai India silih berganti dari berbagai suku, yaitu: Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa, dan Saka. Diantara suku-suku itu yang paling tinggi tingkat kebudayaanya adalah suku Saka. Ketika suku Yuehchi di bawah Raja Kaniska berhasil mempersatukan India maka secara resmi kerajaan menggunakan sistem kalender suku Saka. Keputusan penting ini terjadi pada tahun 78 Masehi. Pada tahun 456 M (atau Tahun 378 S), datang ke Indonesia seorang Pendeta penyebar Agama Hindu yang bernama Aji Saka asal dari Gujarat, India. Beliau mendarat di pantai Rembang (Jawa Tengah) dan mengembangkan Agama Hindu di Jawa. Ketika Majapahit berkuasa, (abad ke-13 M) sistem kalender Tahun Saka dicantumkan dalam Kitab Nagara Kartagama.
Sejak itu Tahun Saka resmi digunakan di Indonesia. Masuknya Agama Hindu ke Bali kemudian disusul oleh penaklukan Bali oleh Majapahit pada abad ke-14 dengan sendirinya membakukan sistem Tahun Saka di Bali hingga sekarang. Perpaduan budaya (akulturasi) Hindu India dengan kearifan lokal budaya Hindu Indonesia dalam perayaan Tahun Baru Caka inilah yang menjadi pelaksanaan Hari Raya Nyepi unik seperti saat ini.
B.            Pengertian Nyepi
Nyepi berasal dari kata “sepi” yang berarti sepi, hening, sunyi,  senyap. Seperti namanya perayaan tahun baru caka bagi umat hindu di Indonesia ini dirayakan sangat berbeda dengan perayaan Tahun Baru lainnya, dimana perayaan umumnya identik dengan gemerlapnya pesta dan kemeriahan, dan euforia dan hura-hura tetapi umat Hindu dalam merayakan Nyepi malah dilaksanakan dengan Menyepi, “Sepi”, “Hening”,”Sunyi”,”Senyap”.
C.           Rangkaian Pelaksanaan Nyepi

Rangkaian perayaan hari raya Nyepi dimulai dengan acara Melasti, kemudian sehari sebelum hari raya Nyepi dilangsungkan upacara Bhuta Yajna, dan sebagai hari penutup dilaksanakan Ngembak Geni sehari setelah hari raya Nyepi. Perayaan Nyepi terdiri dari beberapa rangkaian upacara yaitu :
1.             Melasti
Berasal dari kata  Mala = kotoran/ leteh, dan Asti = membuang/memusnahkan, Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan juga alat upacara (buana agung) serta memohon air suci kehidupan (tirta amertha) bagi kesejahteraan manusia.  Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca,pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Tuhan Ida Sang Hyang Widi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon permbersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan).  Seperti dinyatakan dalam Rg Weda II. 35.3 “Apam napatam paritasthur apah” yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan. Melasti Mekiis Memohon Air Suci ke Laut Sebelum Melaksanakan Nyepi
Melasti di malang sendiri di lakukan oleh banyak daerah-daerah sekitar malang (Jedong, Ngajum, Pakesaji, SMP 02Tri Murti Wagir, STAH Santika Dharma Malang, Jenglong, Jamuran, Gedangan, Blawu, dll.) yang di laksanakan tepat di pantai balikambang Malang , Jawa Timur (17-18/3/2015). Ini sebuah bukti antosis umat Hindu di malang dalam melaksanakan Rangkaian upacara Nyepi terutama Melasti. Keindahan dan kreatifitas umat sangat menujukan exsistensinya dalam merayakan melasti terbukti dengan banyaknya pembuatan “Jolen” sebagai ungkapan puji Syukur kepada sang Hyang widhi Wasa atas segala waranugrahanya, yang setelah selesai di upacarai lalu di “Larung” atau di buang ke laut sebai persembahan kepada SHW, sebagai Deva Baruna yaitu deva yang menguasai lautan
Oowwwhhh...saya lpa menyampaikan, selain itu sebelum upacara pemutaran jolen ke tempat yg di sediakan di sana di laksanakan sebuah tarian suci yang bernama “Tari Nata Mudra Karana” tarian sakral ini di persembahkan kepada dewata nawa sangah yang menjaga sembilan penjuru mata angin, yang di bawakan oleh sisiwi SMP-SMA Trimurti 01 Pakesaji, Malang, satu-satunya sekolahan yg bernuansa Hindu yg ada Di Malang.
2.             Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan
 Dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih Sesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan di dusun sawun, desa jedong, kec.wagir, malang  pada waktu tepat sore hari hingga tengah malam. Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau mengembalikan. Apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap atau digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Bhuta sehingga tidak menggangu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (butha somya).
 Maka untuk itu di buatlah bhuto-bhutoan (ogoh-ogoh) sebagai simbul sifat-sifat jelek yg ada dalam diri manusia...yang  setelah di kirap atau di arak lalu di bakar, yg mempunyai makana membakar sifat-sifat negatif manusia dan kita harus selalu ingat bahwa dalam diri kita selalu ada pertempuran yaitu baik melawan tidak baik, maka setelah tawur kasanga besokny di laksanakan catur bratha panyepian (intropeksi diri). Di desa jedong sendiri membuat ogoh- ogoh delapan bentuk jumblah ogoh-ogoh yang di buat oleh pasraman Indria Saraswati, pemuda Hindu jedong, ARKS (asosiasi Remaja kreatif Sawun) dan parah bapak yg peduli akan tawur kasanga.
3.      Nyepi jatuh pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa (tanggal 1 bulan ke 10 Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diharapkan bisa melaksanakan “Catur Brata Penyepian” yaitu : Amati Geni artinya tidak boleh berapi-api baik api secara fisik maupun api didalam diri (nafsu). Amati Karya  artinya tidak boleh beraktivitas/bekerja. Amati Lelungan, dari kata lelunga yang artinya bepergian, artinya tidak boleh bepergian keluar rumah. Amati Lelanguan artinya tidak boleh bersenang-senang/ menyalakan TV/radio yang bersifat hiburan. Dengan adanya Catur Brata Penyepian ini, mengingatkan kita agar belajar pendalian diri dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian sehingga kita bisa fokus dan berkonsentrasi dengan baik untuk mulat sarira (kembali ke jati diri) melalui perenungan dan meditasi. Tetapi dalam kenyataannya di masyarakat, masih banyak umat pada saat Nyepi malah menyalahgunakannya untuk berjudi “meceki” seharian.  Selain Catur Brata Penyepian, bagi yang umat yang mampu akan sangat bagus jika pada Nyepi bisa melaksanakan tapa, brata, yoga, samadi misalnya dengan puasa selama 24 jam, dan juga monobrata yaitu tidak ngomong alias puasa berbicara sambil selalu memfokuskan pikiran kepada Tuhan Ida Sang Hyang Widi Wasa.
4.      Ngembak Geni
 berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api yang merupakan symbol dari Brahma (Dewa Pencipta) maknanya pada hari ini tapa brata yang kita laksanakan selama 24 Jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri  dan kembali bisa beraktivitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreativitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing-masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiatan mengunjungi kerabat dan saudara untuk mesima krama, bertegur sapa sambil mengucapkan selamat hari raya dan bermaaf-maafan. Dharma Santi juga biasanya diselenggarakan setelah Nyepi yaitu dengan mengadakan dialog keagamaan sekaligus tempat untuk mesimakrama alias bersilaturahmi dengan sesama
Di Malang sendiri ngembak geni setelah persembahyangan di desa masing-masing (desa jedong ya di purenya sendiri yaitu Pura Ukir Retawu Luhur). Setelah di purenya masing umat berbondong- bodong sembayang ada yang di Candi Badut, Malang situs candi Hindu yang di lindungi (umat yg ada di wagir), lalu ada yang di pura giri Arjuno, Batu salah satu pura yang menjadi kunjungan baik lokal maupun Asing, lalu ada juga umat Hindu yang sembayang di Candi Singosari, Malang, Candi yang di lindungi mengigat sejarah pembentukan candi singosari.  Umat Hindu yang berbahagia meskipun kita sembayang tempatnya berbeda namun tujuana adalah sama.
Makna Nyepi
Jika kita renungi secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud. Mulai dari Melasti/mekiis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan. Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar dan ciptaan Tuhan yang lain yaitu para bhuta demi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara diri sejati (Sang Atma) umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam diri manusia ada atman (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa). Dan Ngembak Geni dengan Dharma Shantinya merupakan dialog spiritual antara kita dengan sesama.
Sehingga melalui Perayaan Nyepi, dalam hening sepi kita kembai ke jati diri (mulat sarira) dan menjaga keseimbangan/keharmonisan hubungan antara kita dengan Tuhan, Alam lingkungan (Butha) dan sesama sehingga Ketenangan dan Kedamaian hidup bisa terwujud.
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang.
Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu di dunia.
Makna Hari Raya Nyepi
Nyepi asal dari kata sepi (sunyi, senyap). yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka, kira kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini,  umat Hindu di Jawa  melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin. Oleh karena itu semua aktifitas di Jawa ditiadakan, fasilitas umum hanya rumah sakit saja yang buka.
Upacara sebelum hari Nyepi
Ada beberapa upacara yang diadakan sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi , yaitu:
Upacara Melasti
Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam.
Upacara Bhuta Yajna
Sebelum hari Raya Nyepi diadakan upacara Bhuta Yajna yaitu upacara yang mempunyai makna pengusiran terhadap roh roh jahat dengan membuat hiasan atau patung yang berbentuk atau menggambarkan buta kala ( Raksasa Jahat ) Upacara ini dilakukan di Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Upacara ini dilakukan di depan pekarangan , perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan,lalu ogoh ogoh yang menggambarakan buta kala ini yang diusung dan di arak secara beramai ramai oleh masyarakat dengan membawa obor di iringi tetabuhan dari kampung kekampung, upacara ini kira kira mulai di laksanakan dari petang hari jam enam sore sampai paling lambat jam dua belas malam, setelah upacara ini selesai ogoh ogoh tersebut di bakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh roh jahat yang ada sudah diusir dan dimusnahkan Saat hari raya Nyepi, seluruh umat Hindu yang ada di bali wajibkan melakukan catur brata penyepian.
Ada empat catur brata yang menjadi larangan dan harus di jalankan :
Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.
Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang.
Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat.
Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam.
Upacara setelah Nyepi
Upacara Hari Ngembak Geni berlangsung setelah Hari Raya Nyepi berakhirnya ( brata Nyepi) . Pada esok harinya dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung dan maaf memaafkan sehingga umat hindu khususnya bisa memulai tahun baru Caka dengan hal hal baru yang fositif,baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat, sehingga terbinanya kerukunan dan perdamaian yang abadi Menurut tradisi, pada hari Nyepi ini semua orang tinggal dirumah untuk melakukan puasa, meditasi dan bersembahyang, serta menyimpulkan menilai kualitas pribadi diri sendiri.
Di hari ini pula umat Hindu khususnya mengevaluasi dirinya, seberapa jauhkah tingkat pendekatan rohani yang telah dicapai, dan sudahkah lebih mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini. Seluruh kegiatan upacara upacara tersebut di atas masih terus dilaksanakan, diadakan dan dilestarikan secara turun menurun di seluruh kabupaten kota Bali hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yang tidak ternilai harganya baik di mata wisatawan domestik maupun manca negara.







Senin, 26 Januari 2015

NYEPI SEBAGAI PENYUCIAN



“NYEPI SEBAGAI PENYUCIAN TRI HITA KARANA”
Oleh :Adi Winarno
( Pura Aditya Jaya, Rawamangun 11/02/2013)

“Om Swatyastu”
Agama Hindu yang mempunyai konsep Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab adanya hubungan yang harmonis sehingga terciptanya sebuah ketentraman baik jasmani maupun rohani. Dimana manusia tidak lepas dengan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan Anugrah kehidupan bagi umat manusia, serta hubungan manusia dengan manusia yang mampu menimbulkan rasa toleransi dan gotong royong.
Serta yang lebih Ekstrim lagi adalah manusia dengan lingkungan yang akan mampu membuat manusia sadar bahwa kehidupan ini sangat memerlukan kesinambungan terutama untuk lingkungan yang memberikan kehidupan dan kenyamanan bagi kita, tetapi kita kurang mensyukuri kenyamanan yang telah di berikan sehingga kita mengabaikan lingkungan sehingga lingkungan menjadi tidak bersahabat. Sebuah contoh yang marak di bicarakan di berbagai media tentang bencana alam, global warming, perubahan iklim, suhu udara meningkat drastis dll.
Karena kurang terjaga hubungan inilah yang menyebabkan limbah-limbah yang mengotori jiwa dan Alam, karena itu perlu di sucikan kembali sehingga mampu menimbulkan hubungan lagi sehingga “connect” terhubung dan saling menguntungkan. Maka dari permasalan tersebut sehingga saya tertarik membawakan pesan Dharma ini dengan judul “Nyepi sebagai penyucian Tri Hita Karana”. Karena maknanya yang begitu universal untuk kelansungan hidup manusia percaya atau tidak percaya.


Umat Sedharma yang penuh Waranugraha
1.      Bagaimana Nyepi Mampu menyucikan Tri Hia Karana?
2.      Apa tujuan Nyepi memiliki hubungan dengan kesadaran bathin?
3.      Apakah kesadaran begitu penting untuk menggiring umat manusia menjaga keharmonisan untuk mengikat tali persaudaraan?
Kita semua mengenal Nyepi adalah tahun baru bagi umat Hindu Khususnya di Indonesia serta di tetapkan sebagai hari libur nasional. Nyepi sebagai penyucian Tri Hita Karana kita semua pasti sudah mengetahui bagian-bagian dari Nyepi kalau kita sudah memaknai dari bagian Nyepi di situ sudah jelas, seperti yang telah di bahas oleh saudara mahasiswa Hindu yang mewakili untuk memecahkan berbagai permasalahan terutama prubahan iklim, di acara Youth For Climite Camp dengan jidul “mewarisi semangat kepahlawanan di tengah iklim yang berubah” di laksanakan di sawangan, Depok 9-11 november 2012. Tetapi kalau kita telusuri lebih dalam Nyepi ini adalah usaha Nyata umat Hindu untuk mewujudkan hubungan Harmonis bagi ke-3 karana.
Umat Sedharma yang kami muliakan
kalau kita melaksanakan Nyepi terlebih dahulu kita melakukan rangkaian Nyepi serta untuk “mulih jati hening” yang artinya kembali kepada kesadaran Agung, kesadaran tanpa batas yaitu kesadaran Tuhan. untuk mencapai kesadaran tersebut, adapun tahapan yang dilakukan, yaitu:
1.   Melasti
melasti adalah upacara yang di laksanakan di sumber mata air yang bertujuan untuk menghanyutkan malaning bumi (segala kotoran yang ada di buana Alit dan buana Agung yang merupakan media/simbol kebesaran Sang Hyang Widhi) kemudian melakukan angamet sarine bhuana (mengambil sari-sari bumi) dalam wujud Tirtha Amertha. inilah identiknya dengan penyucian Alam semesta dan penyucian badan manusia supaya dapat berhubungan, selain itu dalam melasti di tekankan untuk menyucikan Tuhan apa benar begitu? sedangkan Tuhan itu maha suci tak terkotori oleh apapun bagimana pendapat umat sedharma? di sinilah karena sayang dan bhaktinya umat hindu ingin menyucikan Tuhan yang maha suci. tetapi tidak seperti itu seperti yang di jelaskan di atas dengan menyucikan simbol Tuhan atau media inilah  di sucikan sebagai Simbol di harapkan mampu menghantarkan umatnya menuju kesucian tersebut sehingga timbolah hubungan yang harmonis. (parahayangan)
2.      Tawur Kesanga
seperti sloka yang tekutib dalam kitab Agastya Parwa, “bhuta yajna angranya tawur kapunjaning tuwuh” yang atinya pelaksanaan tawur kasanga bertujuan untuk melestarikan mahkluk hidup. dengan menetalisir kekuatan alam agar bergerak secara seimbang dan harmonis dengan sebuah “caru” adalah sebuah upacara untuk memanggil semua mahkluk yang derajatnya di bawah manusia untuk hadir dan di kasih bekal untuk kembal ke Alamnya (pesangon) untuk melaksanakan kewajibanya bedasarkan kewajiban untuk membantu, menjaga dan melestarikan alam sehingga kalau kita sudah mampu berhubungan dengan alam menjaga dan melestarikanya tidak mustahil global warming dan climite change ini dapat bekuang seperti yang di sampaikan oleh mahasiswa di Youth Fo Climite Camp. selain itu kita juga membayar hutang kepada Ibu pertwi yang tidak perna mengeluh kita memanfaatkanya untuk hidup kita. (palemahan)
3. Pelaksanaan Nyepi
     Suasana bathin umat yang hening umat Hindu melaksanakan amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), amati lelangunan (tidak besenang-senang) seraya mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa. dengan melaksanakan Catur Bratha panyepian itu bertujuan untuk apa kalau kita ingin menyucikan 3-karana kita harus menyucikan diri kita dulu, Atman kita /jiwa yang harus di sadarkan dan di sucikan sebelum belajar menyucikan 3-karana tersebut. (penyucian Atman)
4.Ngembak Geni
pelaksanaan ngembak geni sebagai wujud bahwa segala bentuk bratha dalam penyepian telah berakhir. umat sedharma memanfaatkan moment ini untuk melakukan simakrama yaitu saling memaafkan antar umat maupun masyarakat sekelilingnya. bahwa manusia itu ingat apa yang sudah di lakukan pada orang lain tidak telepas dengan kesalahan yang di lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja, karena sebagai manusia tidak telepas dari segala kesalahan. dengan minta maaf pada orang lain di harapkan keharmonisan antar manusia dapat di wujudkan dalam moment ini. (pawongan)
5.Dharmashanti
sebagai penutup dari rangkaian pelaksanaan Hari Raya Nyepi, Dharmasanti merupakan sebuah konsep perdamaian yang tak perna lepas dai ajaran Dharma karena pada akhirnya seluruh kegiatan Nyepi itu mengharapkan kehidupan yang damai selamanya. dengan kata lain perdamaian ini adalah sebuah tujuan untuk mengharmaniskan Tri Hita Karana dengan pelaksanaan Nyepi untuk mensucikanya, supaya terjalin hubugan saling menguntungkan dan melengkapi satu sama lainya.

Umat sedharma yang penuh Sradha dan bhakti            
dari rangkaian Nyepi tadi adalah sebuah tindakan nyata kita untuk berhubungan harmonis yang menimbulkan kesinambungan antara 3-karana di atas yang akana mampu membawa kita semua kepada keharmonisan itu sendiri.
sehingga dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa Nyepi sebuah peringatan untuk mengigatkan kepada manusia untuk mencapai kedamaian jasmani dan batin di perlukan sebuah upaya yang nyata yaitu menjaga hubungan baik dengan Tuhan , sesama manusia, dan dengan lingkungan sekitar, supaya kita tejaga dalam melakukan aktifitas selalu saling menguntungkan menciptakan suasana yang tentram.
Umat sedharama yang penuh rasa syukur
dengan melaksanakan rangkaian Nyepi ini semoga kita di tingkatkan kesadaran kita untuk melaksanakan hal yang tidak bertentangan dengan Tri Hita Karana, maka dari itu mari kita laksanakan kewajiban kita untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia, alam sekitar sehingga om awignamstu santi/ kedamaian itu baik jasmani maupun rohani akan dapat kita raih. “Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1935, Semoga Di Tahun Ini Kesabaran Kita Di Tingkatkan Dari Tahun Yang Sebelumnya”

“Om santi, santi, santi om”