Senin, 26 Januari 2015

NYEPI SEBAGAI PENYUCIAN



“NYEPI SEBAGAI PENYUCIAN TRI HITA KARANA”
Oleh :Adi Winarno
( Pura Aditya Jaya, Rawamangun 11/02/2013)

“Om Swatyastu”
Agama Hindu yang mempunyai konsep Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab adanya hubungan yang harmonis sehingga terciptanya sebuah ketentraman baik jasmani maupun rohani. Dimana manusia tidak lepas dengan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan Anugrah kehidupan bagi umat manusia, serta hubungan manusia dengan manusia yang mampu menimbulkan rasa toleransi dan gotong royong.
Serta yang lebih Ekstrim lagi adalah manusia dengan lingkungan yang akan mampu membuat manusia sadar bahwa kehidupan ini sangat memerlukan kesinambungan terutama untuk lingkungan yang memberikan kehidupan dan kenyamanan bagi kita, tetapi kita kurang mensyukuri kenyamanan yang telah di berikan sehingga kita mengabaikan lingkungan sehingga lingkungan menjadi tidak bersahabat. Sebuah contoh yang marak di bicarakan di berbagai media tentang bencana alam, global warming, perubahan iklim, suhu udara meningkat drastis dll.
Karena kurang terjaga hubungan inilah yang menyebabkan limbah-limbah yang mengotori jiwa dan Alam, karena itu perlu di sucikan kembali sehingga mampu menimbulkan hubungan lagi sehingga “connect” terhubung dan saling menguntungkan. Maka dari permasalan tersebut sehingga saya tertarik membawakan pesan Dharma ini dengan judul “Nyepi sebagai penyucian Tri Hita Karana”. Karena maknanya yang begitu universal untuk kelansungan hidup manusia percaya atau tidak percaya.


Umat Sedharma yang penuh Waranugraha
1.      Bagaimana Nyepi Mampu menyucikan Tri Hia Karana?
2.      Apa tujuan Nyepi memiliki hubungan dengan kesadaran bathin?
3.      Apakah kesadaran begitu penting untuk menggiring umat manusia menjaga keharmonisan untuk mengikat tali persaudaraan?
Kita semua mengenal Nyepi adalah tahun baru bagi umat Hindu Khususnya di Indonesia serta di tetapkan sebagai hari libur nasional. Nyepi sebagai penyucian Tri Hita Karana kita semua pasti sudah mengetahui bagian-bagian dari Nyepi kalau kita sudah memaknai dari bagian Nyepi di situ sudah jelas, seperti yang telah di bahas oleh saudara mahasiswa Hindu yang mewakili untuk memecahkan berbagai permasalahan terutama prubahan iklim, di acara Youth For Climite Camp dengan jidul “mewarisi semangat kepahlawanan di tengah iklim yang berubah” di laksanakan di sawangan, Depok 9-11 november 2012. Tetapi kalau kita telusuri lebih dalam Nyepi ini adalah usaha Nyata umat Hindu untuk mewujudkan hubungan Harmonis bagi ke-3 karana.
Umat Sedharma yang kami muliakan
kalau kita melaksanakan Nyepi terlebih dahulu kita melakukan rangkaian Nyepi serta untuk “mulih jati hening” yang artinya kembali kepada kesadaran Agung, kesadaran tanpa batas yaitu kesadaran Tuhan. untuk mencapai kesadaran tersebut, adapun tahapan yang dilakukan, yaitu:
1.   Melasti
melasti adalah upacara yang di laksanakan di sumber mata air yang bertujuan untuk menghanyutkan malaning bumi (segala kotoran yang ada di buana Alit dan buana Agung yang merupakan media/simbol kebesaran Sang Hyang Widhi) kemudian melakukan angamet sarine bhuana (mengambil sari-sari bumi) dalam wujud Tirtha Amertha. inilah identiknya dengan penyucian Alam semesta dan penyucian badan manusia supaya dapat berhubungan, selain itu dalam melasti di tekankan untuk menyucikan Tuhan apa benar begitu? sedangkan Tuhan itu maha suci tak terkotori oleh apapun bagimana pendapat umat sedharma? di sinilah karena sayang dan bhaktinya umat hindu ingin menyucikan Tuhan yang maha suci. tetapi tidak seperti itu seperti yang di jelaskan di atas dengan menyucikan simbol Tuhan atau media inilah  di sucikan sebagai Simbol di harapkan mampu menghantarkan umatnya menuju kesucian tersebut sehingga timbolah hubungan yang harmonis. (parahayangan)
2.      Tawur Kesanga
seperti sloka yang tekutib dalam kitab Agastya Parwa, “bhuta yajna angranya tawur kapunjaning tuwuh” yang atinya pelaksanaan tawur kasanga bertujuan untuk melestarikan mahkluk hidup. dengan menetalisir kekuatan alam agar bergerak secara seimbang dan harmonis dengan sebuah “caru” adalah sebuah upacara untuk memanggil semua mahkluk yang derajatnya di bawah manusia untuk hadir dan di kasih bekal untuk kembal ke Alamnya (pesangon) untuk melaksanakan kewajibanya bedasarkan kewajiban untuk membantu, menjaga dan melestarikan alam sehingga kalau kita sudah mampu berhubungan dengan alam menjaga dan melestarikanya tidak mustahil global warming dan climite change ini dapat bekuang seperti yang di sampaikan oleh mahasiswa di Youth Fo Climite Camp. selain itu kita juga membayar hutang kepada Ibu pertwi yang tidak perna mengeluh kita memanfaatkanya untuk hidup kita. (palemahan)
3. Pelaksanaan Nyepi
     Suasana bathin umat yang hening umat Hindu melaksanakan amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), amati lelangunan (tidak besenang-senang) seraya mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa. dengan melaksanakan Catur Bratha panyepian itu bertujuan untuk apa kalau kita ingin menyucikan 3-karana kita harus menyucikan diri kita dulu, Atman kita /jiwa yang harus di sadarkan dan di sucikan sebelum belajar menyucikan 3-karana tersebut. (penyucian Atman)
4.Ngembak Geni
pelaksanaan ngembak geni sebagai wujud bahwa segala bentuk bratha dalam penyepian telah berakhir. umat sedharma memanfaatkan moment ini untuk melakukan simakrama yaitu saling memaafkan antar umat maupun masyarakat sekelilingnya. bahwa manusia itu ingat apa yang sudah di lakukan pada orang lain tidak telepas dengan kesalahan yang di lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja, karena sebagai manusia tidak telepas dari segala kesalahan. dengan minta maaf pada orang lain di harapkan keharmonisan antar manusia dapat di wujudkan dalam moment ini. (pawongan)
5.Dharmashanti
sebagai penutup dari rangkaian pelaksanaan Hari Raya Nyepi, Dharmasanti merupakan sebuah konsep perdamaian yang tak perna lepas dai ajaran Dharma karena pada akhirnya seluruh kegiatan Nyepi itu mengharapkan kehidupan yang damai selamanya. dengan kata lain perdamaian ini adalah sebuah tujuan untuk mengharmaniskan Tri Hita Karana dengan pelaksanaan Nyepi untuk mensucikanya, supaya terjalin hubugan saling menguntungkan dan melengkapi satu sama lainya.

Umat sedharma yang penuh Sradha dan bhakti            
dari rangkaian Nyepi tadi adalah sebuah tindakan nyata kita untuk berhubungan harmonis yang menimbulkan kesinambungan antara 3-karana di atas yang akana mampu membawa kita semua kepada keharmonisan itu sendiri.
sehingga dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa Nyepi sebuah peringatan untuk mengigatkan kepada manusia untuk mencapai kedamaian jasmani dan batin di perlukan sebuah upaya yang nyata yaitu menjaga hubungan baik dengan Tuhan , sesama manusia, dan dengan lingkungan sekitar, supaya kita tejaga dalam melakukan aktifitas selalu saling menguntungkan menciptakan suasana yang tentram.
Umat sedharama yang penuh rasa syukur
dengan melaksanakan rangkaian Nyepi ini semoga kita di tingkatkan kesadaran kita untuk melaksanakan hal yang tidak bertentangan dengan Tri Hita Karana, maka dari itu mari kita laksanakan kewajiban kita untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia, alam sekitar sehingga om awignamstu santi/ kedamaian itu baik jasmani maupun rohani akan dapat kita raih. “Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1935, Semoga Di Tahun Ini Kesabaran Kita Di Tingkatkan Dari Tahun Yang Sebelumnya”

“Om santi, santi, santi om”

Obat Untuk Amarah



“CINTA KASIH SEBAGAI OBAT UNTUK AMARAH”
Umat Sedharma yang penuh Cinta Kasih
Menjadi suatu kewajiban masyarakat, umat Hindu seyogyanya memiliki andil dalam memecahkan masalah yang timbul dari berbagai masalah yang timbul dari amarah yang eksistensinya lebih menunjukan wajah negatifnya, pada  ujung-ujungnya menimbulkan pertikaian dan kerusuhan baik secara fisik maupun mental di masyarakat khususnya Indonesia, terutama di kalangan Remaja yang merembet hingga usia lanjut.
Dewasa ini sering sekali kita melihat langsung maupun melaluli media cetak dan elektronik bahwa sebuah kenyataan bahwa kita sebagai manusia telah kehilangan kemanusiaanya sebagai manusia yang utuh dan sempurna. Berkaitan dengan hal tesebut, pada kesempatan hari ini saya akan menyampaikan pesan Dharma yaitu “ Cinta Kasih Sebagai Obat Untuk Amarah”.
Umat Sedharma yang penuh Waranugraha.
Adapun yang akan saya sampaikan adalah:
1.      Apakah yang di maksud amarah?
2.      Bagaimana cara mengendalikan amarah?
Di mana amarah lahir karena nafsu. Nafsu timbul dari pikiran. Karena itu pikiranlah yang bertanggung jawab atas amarah dan nafsu, di mana kita tidak akan memperoleh kain tanpa benang, dan benang tanpa kapas, demikian pula kita tidak dapat memperoleh amarah tanpa nafsu, dan nafsu tanpa pikiran.
Dalam Gita, Guru Deva menamakan amarah  itu sebagi Analam, yang secara harfiah yang artinya “Api”. Ada bahaya terkena panasnya api walaupun api itu agak jauh dari kita, bila api yang menyala di luar kita berbahaya, maka betapa kita harus lebih berhati-hati bila api itu berkobar dalam hati kita.
Api amarah mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa untuk menhancurkan seluruh kualitas manusia dan memadamkan percikan Ketuhanan yang ada dalam hati setiap manusia sehingga hanya ada sifat angkara murka dan kegelapan yang menyelimuti hati yang masih ada,
Umat sedharma yang penuh keikhlasan
Kata alam yang berarti “kepuasan”, dan Analam yang berarti ‘tanpa kepuasan”, api amarah ini termasuk Analam, tidak mengenal kepuasan sama sekali. Hampir semua barang di dunia ada batasnya, tetapi, laparnya api ini tidak ada batasnya sama sekali. Karena memang seperti itu sifatnya, lantas bagaimana cara mengendalikanya? Tuhan bersabda dalam Gita “Di mana ada cinta kasih di sana tidak akan ada amarah”.
Pada mobil, lampu belakang selalu memberi tanda (peringatan) sebelum mobil itu berhenti. Demikian pula sebelum kemarahan itu meledak, mata menjadi merah, bibir bergetar, dan seluruh badan menjadi panas. Pada saat menunjukan gejala ini di anjurkan seseorang sebaiknya meninggalkan tempat itu. Dan mencari tempat yang sepi lalu duduk sampai perasaanya tenang kembali
Jika kita mengembangkan cinta kasih, tidak akan ada tempat bagi kebencian dan amarah di hati kita. Hati itu ibarat sebuah kursi untuk satu orang dan di tempati untuk satu orang, yang hanya dapat di isi dengan satu kualitas, kualitas lain tidak dapat masuk  atau mendudukinya pada saat yang sama.
Umat sedharma yang penuh kasih.
Jika kita hendak menaklukan amarah dengan cinta kasih kita harus mengembangkan cinta kasih dengan cara yang mulia. Cinta kasih selalu bersedia memancar bebas, memaafkan atau mengabaikan cacat celah dan kelemahan orang lain. Cinta kasih memilki kualitas yang sangat luar biasa ia hidup dengan memberi dan memaafkan.
Tidak ada suatu hal apapun di dunia ini yang tidak dapat di capai bila kita memancarkan cintah kasih, dengan cintah kasih kita dapat mengatasi segala hambatan.karena itu, untuk mengalahkan amarah secara tuntas, kita harus mengisi hati kita dengan cintah kasih dan menjadikan kasih sebagai suatu kemampuan yang berpengaruh atau paling penting dalam hidup kita.



Umat sedharma yang penuh dengan Waranugraha
Bila kita semua menyadari bahwa penghuni hati kita adalah penghuni setiap hati manusia, bahwa Brahman yang kita puja yang duduk di singgasana hati kita juga bersemayam dalam hati setiap manusia maka tidak mungkin kita bisa membenci atau marah pada siapapun juga.
Bila Brahman yang Esa itu ada dalam diri setiap manusia, bagaimana mungkin kita memandang rendah dan menhina orang lain. Karena itu, mari kita penuhi diri kita dengan kasih dan membinah hingga tak tehapuskan lagi dari daam hati kita semua
Seperti yang telah di utarakan oleh Svami Vivekananda sebelumya, bila cinta kasih di kaitkan dengan pikiran, ia menjadi Satya (kebenaran), bila cinta kasih di jadikan dasar perbuatan, maka perbuatan itulah Dharma (kebajikan), jika perasaan kita di jiwai cintah kasih, maka hati itulah sebuah Shanti (kedamaian), dan bila kita menjadikan cintah kasih sebagai penuntun, pengertian dan cara berfikir kita, maka akal budi kita akan di jiwai sikap tanpa kekerasan Ahimsa, karena itu, kasih adalah kebenaran, kasih adalah kebajikan, kasih adalah kedamaian dan kasih adalah tanpa kekerasan. Semua sifat yang agung ini di dasari oleh cintah kasih, seperti halnya gula adalah bahan pokok dari semua gula-gula.
Umat Sdharma yang penuh ketulusan
Kesimpulan: Amarah dan nafsu dapat menjadi sumber bermacam-macam kesulitan dan menghadapkan kita pada masalah yang tak terhitung banyaknya. Ia menghancurkan dan meruntuhkan prinsip kemanusiaan pada diri manusia. Pada mulanya ia masuk, minta tempat yang kecil. “berilah aku tempat duduk sedikit saja, katanya. Bila sudah mapan, ia berkata, “sekarang aku akan membuat tempat duduk untuk berbaring dan tinggal di sini.” Tetapi, sifat buruk semacam itu jangan kita beri tempat sedikitpun dalam hati kita.
Sekali kita biarkan rasa amarah memasuki diri kita, akan sangat sulit untuk menyingkirkanya, walaupun kita jadikan dia teman dan kita beri uang lima ribu rupiah ia tidak akan mau meninggalkan kita. Ia adalah racun yang berbahaya yang tidak boleh kita beri tempat berpijak sedikitpun di hati kita.

Jumat, 23 Januari 2015

kepemimpinan panca pandawa



KEPEMIMPINAN
“LIMA SIFAT SERTA KEWAJIBAN SEORANG PEMIMPIN UNTUK MENCIPTAKAN PEMIMPIN-PEMIMPIN BARU”
(Oleh: Adi Winarno)
“Om Swastyastu”
I.  Pendahuluan
Masyarakat yang menunggu datangnya angin segar pembawa kesejukan dengan membawakan hasil yang lebih baik untuk kelangsungan hidup serta kesejateraan. Tampaknya yang lama dan tradisional dalam jaman Modernisasi dan Globalisasi ini masih mempunyai arti paradigma nilai konstektual. Sebaliknya, apa yang tradisional akan bernilai sendiri dalam kebaikan, sedang yang berbau modern belum tentu bernilai mulia, bila nilai modern itu sudah tidak bertemu lagi dengan nilai kepribadian bangsanya.
Keinginan untuk mewujudkan visi dan misi menuju kesejateraan akan terasa amat sulit bagi pemimpin yang  menghilangkan sifat-sifat mulia dari leluhurnya. Maka dari itu sifat leluhur harus terus ada karena pemimpin adalah generasi penerus dari leluhurnya.serta kewajiban yang harus di laksanakan. Dari permasalahan tersebut sehingga saya dapat mengambil judul. ”Lima Sifat Serta Kewajiban Seorang Pemimpin Untuk Menciptakan Pemimpin- Pemimpin Baru”.


Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang berbahagia.
1.   Bagaimanakah Sifat yang harus di miliki oleh seorang pemimpin menurut Agama Hindu?
2.   Konsep apa yang harus di terapkan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik untuk menuju kesejateraan bagi semua(Lokasamgraha)?
3.   Bagaimanakah peran seorang pemimpin untuk mempertahankan eksistensi kepemimpinanya?
 II. Pembahasan
Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh Umat sedharma yang penuh bhakti.              
Seorang pemimpin harus mampu mempersatukan lima sifat utama dari leluhurnya yang terdahulu dan tradisional yaitu sifat dari Panca Pandawa (Yudhistira, Bimasena, Arjuna, Nakula, Sahadewa). Karena sifat dari Panca Pandawa inilah yang mampu membuat seorang pemimpin menjadi orang yang di segani oleh masyarakat serta berpedoman pada Vasudaiwa Kutumbakam (semua makhluk adalah saudara). Untuk menjadi pemimpin yang baik harus berpedoman pada lima sifat tersebut yakni:
1)      Yudhistira (Aji) seorang pemimpin harus mempunyai sebuah ilmu pengetahuan yang suci sebagai kekuatan Dharma atau kebajikan (dengan symbol Ibu jari)
2)      Bimasena (Giri) seorang pemimpin haruslah kuat iman, teguh dalam kebenaran  sabar dan kuat dari ancaman apapun bagaian sebuah gunung yang tertiup angin masih kokoh dan tetap tegak (dengan symbol jari telunjuk).
3)      Arjuna (Jaya) seorang pemimpin itu Harus menang melawan musuh-musuhnya terutama musuh yang ada dalam dirinya yaitu Sadripu (dengan symbol jari tengah)
4)      Nakula (manga) seorang pemimpin harus tanggap dalam menghadapi kritik, cemoohan dan sejenisnya, tidak emosi dan tahu diri dalam menanggapinya (dengan symbol jari manis)
5)      Sahadewa (Priyambada) seorang pemimpin harus bisa membawa kebahagiaan, ketentraman, dan kesejateraan serta mengayomi demi terciptanya kedamaian batin bagi siapa saja dan masyarakat (dengan symbol jari kelinking).
Inilah lima sifat yang harus di ketahui, di pahami, serta di aplikasikan oleh seorang pemimpin kedalam masyarakat untuk mewujudkan cita-cita menuju kesejateraan baik pangan, sandang dan papan terpenuhi dengan baik oleh masyarakat seperti halnya dalam Canakya Nitisastra, XII.I8 yang berbunyi:

Dharmam dhanam ca dhanyanca, guror vacanam asudham
Sugrita ca kartavyam, anyatha tu jivati

Maksudnya adalah:
bahwa kalau ingin hidup sejaterah harus melindungi dan memelihara agama yang di anut (Dharma), kekayaan (dhana), bahan makanan (dhanyan), kata bijak seorang guru (guru vacana) dan kesehatan (ausadha) inilah yang harus di jaga kalau ingin sejaterah, kalau tidak di jaga maka jangan pernah mengharapkan kesejateraan.


Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang penuh karunia.
Pemimpin juga harus siap menjadi Tuntunan, Tatanan dan Totonan untuk memotivasi, mendorong, mempengaruhi, mengarahkan orang lain untuk bekerjasama guna mencapai tujuan masyarakat secara sukarela, mengutamakan tujuan dari seorang pemimpin adalah untuk menciptakan pemimpin-pemimpin baru untuk melanjutkan kepemimpinanya sebagai generasi penerus untuk menjaga keseimbangan dengan mendalami lima kewajiban seorang raja oleh Harjuna Sastrabahu (Panca Sthiti Dharmaning Prabhu)
1)      Tut wuri handayani, pemimpin harus senantiasa mampu berada di bawah untuk  memberikan dorongan atau motivasi kepada bawahanya serta masyarakatnya,  untuk melangkah ke depan tanpa ragu-ragu. Hal inilah yang di lakukan oleh Krsna yaitu senantiasa memberikan motivasi kepada Arjuna untuk melanjutkan perang melawan kaurawa. Serta mampu menciptakan pemimpin baru seperti yang di harapkan.
2)      Ing madya mangun karso, di tengah-tengah masyarakat, seorang pemimpin harus terjun memberikan bimbingan dan mengambil keputusan secara musyawarah, mufakat serta mengutamakan kepemimpinanya diatas kepentingan pribadi. Di dalam kehidupan sekarang, sosok seorang guru banyak menerapkan hal ini sebagai upaya mencerdaskan siswa siswinya.
3)      Ing ngarso sung tulodo, seorang pemimpin sebagai orang yang terdepan dan terpandang senantiasa memberikan contoh panutan yang baik dan benar sehingga dapat di jadikan suru teladan bagi masyarakat.
4)      Sakti tanpo Aji, seorang pemimpin tidaklah selalu mengutamakan kekuatan dan kekuasaan di dalam mengalahkan musuh-musunya namun berusaha mengutamakan pendekatan , pemeliharaan dan komunikasi (diplomasi) sehingga dapat menyadarkan dan di segani oleh lawanya.
5)      Nglurug tanpo bala, pemimpin adalah seorang ksatriya sejati, yang senantiasa bersedia secara ikhlas berada di depan dalam beryadnya, baik waktu, tenaga,  materi, pikiran, dan bahkan jiwanya sekalipun, untuk mencapai kesejateraan, keadilan, kemakmuran, dan kelangsungan hidup masyarakat.
Kelima konsep inilah yang telah di terapkan ke dalam berbagai segi pemerintahan di Indonesia, yang telah di gunakan oleh Presiden pertama yaitu Ir.Soekarno dan kemudian Presiden selanjutnya hingga sekarang yang masih menjabat. Sehingga dapat di katakan bahwa kepemimpinan sekarang tidak jauh beda dengan kepemimpinan jaman Bharathayudha yang sekarang masih di aplikasikan pada kepemimpinan sekarang.
Dalam Bhisma Parwa (jagathitha 23) yaitu nasehat Bhagavan Bhisma kepada Prabhu Yudhistira.  yang mempunyai arti:
Demikianlah Dharma yang sempurna engkau kerjakan sebagai raja untuk melindungi Negara, mengapa demikian, karena kasih sayangmu pada setiap makhluk itulah Dharma namanya, penampilan kasih sayang itulah yang harus kamu kerjakan untuk melindungi Negara, demikianlah seharusnya seorang raja bertingkah laku.
Potret kepemimpinan yang denmikian santun dan bijaksana serta tertib hukum dipertujukan oleh putra tertua dari pandawa tersebut sangat patut di teladani oleh pemimpin dunia sekarang. Setia terhadap yang di ucap, meskipun nyawa sebagai taruhanya. Sigap dalam menghadapi segala permasalahan, tidak egois hanya memetingkan keselamatan sendiri dan tidak selalu menggunakan emosi dalam bertindak.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang penuh kasih
Dari pemahan tersebut sudah jelas sekali bahwa seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan masyarakat seperti semboyan dan prinsip hidup seorang pemimpin Besar dan Proklamator Bung Karno :”Aku Mati untuk Negara dan Hidup bersama rakyat”. Sudah jelas dari semboyan tersebut pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat dan melindunginya untuk menuju Jagadhita (kebahagiaan hidup) dan ketentraman baik jasmani maupun rohani. Tidak lupa juga pemimpin sebagai pencipta dan pengembang untuk  mencari pemimpin-pemimpin baru untuk melanjutkan kepemimpinanya.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai sifat dan kewajiban seorang pemimpin sehingga kita dapat mengambil

III. kesimpulan:
Bahwa seorang pemimpin tidak boleh lupa akan sifat leluhurnya dan kewajiban  yang begitu mulia serta tidak boleh lupa diri, melupakan orang yang berjasa memilihnya bahkan menindas dan mengikat dengan kekuasaan. serta siap  senantiasa berada di bawah, tengah, dan depan karena harus terus menciptakan pemimpin baru untuk melanjutkan tujuan bersama dari seorang pemimpin yaitu kesejateraan bagi semua.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh umat sedharma yang berbahagia
Mari kita sebagai generasi penerus dari leluhur kita untuk tetap melanjutkan dan memperjuangkan tujuannya untuk kesejateraan sebagai kewajiban bersama

IV. Penutup
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua dari penjelasan mengenai kepemimpinan dengan judul “lima sifat serta kewajiban seorang pemimpin menciptakan pemimpin-pemimpin baru”
Demikian yang dapat kami sampaikan terima kasih atas kesempatan yang di berikan akhir kata dengan puja parama santi.
Om Santi, santi, santi om

Sumber :
I Nengah Mertha. 2009; ”Menggantang Hidup di Jaman Kali Yuga”, Jl.Sangalangit Penatih Denpasar Timur, Widya Dharma.