PURNAMA
‘KUNCI DI JAMAN KALI YUGA ADALAH KASIH’
(Oleh: Adi Winarno)
( Pura Aditya Jaya,
Rawamangun 26/03/2013 )
“Om swastyastu”

Setiap hari kita saksikan peristiwa kekerasan
sebagai sebuah kenyataan. Peristiwa itu bisa di
lihat langsung, atau melalui tayangan media cetak maupun media
elektronik. Kekerasan dapat di lakukan oleh siapa saja. Oleh orang berpendidikan
maupun orang yang tidak bersekolah, orang kota maupun orang desa. Kekerasan
bisa terjadi di rumah, di tempat yang ramai, dan di jalan raya. Perilaku kasar
dan kata-kata kasar ternyata tidak mengenal tempat dan waktu. Jangankan di
masyarakat, bahkan di parlemenpun juga terlihat hal yang sama; para wakil
rakyat berteriak, menahan dan menggebrak meja. Seolah manusia, makhluk yang
menpunyai sabda,bayu, dan idep. Makhluk ciptaan yang paling sempurna telah kehilangan jati dirinya sebagai manusia
yaitu kehilangan kasih sayang dan kelembutanya, serta sopan santunya. Bahkan di
jaman yang amburadol ini yang lebih menyedihkan lagi adalah justru Makhluk
Tuhan yang paling beragama yang paling tahu baik dan buruk yang berbicara
Dharma dan Adharma; namun terbukti juga telah kehilangan “kasih” karena
evolusinya karakter sehingga banyak merusak dan menhancurkan ciptaan Tuhan
karena kegelapan yang menutupi jiwa manusia yang mengakibatkan manusia
kehilangan jati diri, sebagai manusia sifat manusia yang dimulai dari ahamkara,
berekembang menjadi makhluk yang di kuasai kama dan akhirnya terhenti ;
tidak menjadi cinta yang di akhiri
dengan kasih sayang.
Bapak-bapakdan Ibu-ibu
serta umat Sedharma yang penuh dengan kasih,
Sering kali lalu kita mencari
pembenaran sendiri dengan menyalahkan
jaman, ,jaman modernisasi, jaman kali, jaman edan; perilaku manusia berubah
seperti hewan, hilang sudah sifat manusianya. Dari sifat deva, dan manusia
bahkan kemudian menjadi raksasa. Yang di
dominasi oleh kegelapan jiwa. Manusia menjadi penghancur (destroyer), bukan
lagi sebagai pencipta (creator), dan
pengembang (developer).
Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta seluruh
umat Sedharma yang berbahagia.
1.
Bagaimana kita
menyikapi ini sebagai semuah kenyataan bahwa
manusia kehilangan kelembutanya dan menjadi perusak?
2.
Bagaimana kita Umat
Hindu menumbuh kembangkan kasih untuk menuju suatu keharmonisan?
3.
Apakah tujuan utama
dari kasih di jaman kali yuga ini/ jaman
yang tidak seimbang yang juga di dominasi oleh kekerasan?
Menurut kitab ( Bhagavad Gita XVI.2):
Ahimsa satyam akrodas. Tyagah
santir apaisunam,
Daya bhutesv
aloluptvam. Maradavam hrir acapalam
Tanpa kekrasan,benar,
bebas dari kemarahan, tanpa rasa takut, bebas dari kemarahan,tenang, tidak suka
menfinah, kaidh sayang pada setiap makhluk, bebas dari nafsu, lemah lembut,dan
dalam keseimbang jiwa.
Artinya apa bahwa kita
manusia yang memiliki akal dan budi, yang tahu baik dan buruk, seharusnya tidak meninggalkan identitasnya
sebagai manusia, apalagi kasih yang paling dibutuhkan di jaman kali ini terutama
kita sebagai Umat Hindu yang ada di Indonesia, yang berpedoman pada “pancasila” dan menjujung tinggi “Bhineka Tunggal Ika” yang becita-cita menuju
kesejateraan seperti yang yercantum dalam UUD 1945, ini tidak akan terwujud
tanpa adanya rasa kasih.
Kasih sayang inilah
sesungguhnya Dharmaning kita sebagai Umat Hindu. Hindu menjujung tinggi nilai Ahimsa tidak menyakiti sesame makhluk, Kasih sayang adalah senjata
untuk jaman edan, penjinak jaman kali.
Kasih adalah energy tanpa batas dari Brahman Yang Esa. Dan kasih itu adalah
Brahman itu sendiri. Brahman menciptakan alam semesta dan segala isinya dengan
kasih. Deva Siva beryoga pada saat Mahasivaratri. dalam kegelapan yang paling gelap hanya karena
kasihnya bukan saja untuk umat Hindu tetapi untuk alam semesta beserta isinya,
Devi Sarasvati mengalirkan ilmu pengetahuan tanpa henti semata-mata juga karena
kasih, Sri Krsna avatara Deva Visnu yang
ke-8 juga mengajarkan empat jalan menuju
kebebasan pada manusia juga karena
kasinya pada manusia, Bahkan Devi Durga selama Sembilan hari bertarung melawan
Raksasa Mahisasura dan membunuhnya pada
hari ke-10 juga karena kasihnya pada manusia (Vijaya Dasami). Dan kasih itu
menebar dan di terima oleh seisih dunia termasuk manusia. Lalu kenapa dunia
manusia justru tidak memancarkan kasih pada Makhluk lain?
Sesungguhnya hingga
kinipun pancaran kasih dari Brahman dan wujud kuasa Nya tak pernah berhenti,
namun manusia sebagai ciptaanya yang di banggakan dan di sayang telah menolak
pancaran itu. Pengaruh jaman kali telah meresapi dan mencemari darah dagingnya.
Sehingga “rongga” spiritual yang seharusnya menerima dan menyimpan “enegi kasih” itu tidak
berfunsi lagi namun, bagi umat Hindu,
harapan itu masih ada. Cahaya pencerahan kasih masih tersisa , dalam jiwa-jiwa
luhur bagi manusia yang memiliki Sradha
dan Bhakti yang Teguh Orang-orang
inilah yang akan menjadi bibit unggul di jaman kali ini usai dan diganti dengan
jaman Emas. Sehingga mampu melewati “saringan purifikasi” jiwa, karena mampu
menaklukan jaman kali ini. Lalau bagai mana kita sebagai umat Hindu menumbuhkan
kasih sayang semesta? Bagai mana kita memulai ini?
Bibit kasih yang
sebenarnya tetutup dalam sanubari setiap orang maka dari itu, idealnya, bibit
kasih ini harus di mulai dari setiap individu di dalam rumah tangga. Saling
mengasihi di dalam angota keluarga di rumahyang akan menjadikan rumah itu penuh
dengan energy kasih, penuh kelembutan dan kedamaian. Bila sudut kasih ini sudah
memenuhi setiap sudut rumah dan relung jiwa penghuninya, maka rumah itupun akan
bercahaya. Para orang tua wajib mengajarkan untuk mengasihi setiap makhluk, tidak
memperkenankan mereka menyiksa dan menyakiti serta membunuh binatang. Tidak
juga menghina ,melecehkan da menumpahkan kata-kata kasar terhadap orang lain.
Mari kita tumbuhkan rasa kasihan pada setiap makhluk dan dalam jiwa mereka. Ini
akan mengikat kita supaya bersikap sama pada orang lain di luar lingkungan
rumah.lingkungan rumah tangga yang di dominasi kasih,akan dengan mudah menyerap
energy positif yang kita butuhkan baik dari aspek duniawi maupun spiritual.
Apabila setiap rumah tangga kita berupaya
mengembangkan kasih di setiap keluarga masing-masing, maka “sangu” kasih ini
akan terbawa ke segala tujuan. Keluarga yang ideal yang kemudian berkumpul di
pura, akan membawakan manfaat positif pada komunitas pura dan juga pura itu
sendiri. Umat Hindu yang seperti ini akan menghaturkan bhaktinya kepada Sang Hyang Widhi
dengan persembayangan bersama;dengan tingkat kasih dan ketulusan bersama menuju satu titik
yaitu kuasaNya. Tiada muatan politis, tida pantulan keinginan dalam berdo,a
semuanya berjalan apa adanya, ibarat sebuah putaran hukum alam semesta (RTA).
Kita di pura yang suci mencakupkan
tangan sambil merenung akan menerima pancaran
kasih dari orang yang penuh rasa kasih. Energy kasih juga harus di tebar
supaya memberikan kenyamanan baik di rumah, lingkugan kerja maupun masyarakat,
rasa aman dan nyaman pasti akan terasa.
Dengan menebarnya
energy kasihakan menimbulkan perubahan besar. Bahkan tidak mungkin kalau Negara
tidak bisa di lembutkan dengan energy kasih, mengingat Tuhan memang tiada
batas, di sinilah kita sebagai Umat Hindu, yang ajaranya bersumber pada Weda,
sumber pengetahuan suci yang tiada duanya. Sebagai ajaran utama,Weda menjadi
tuntunan dalam mengenal dan mengembangkan kasih semesta, kasih semua makhluk di
alam. Untuk itu, mari kita semua Umat Sedharma untuk memulai menumbuh
kembangkan kasih yang merupakan karunia sang Pencipta untuk mewujudkan
kebersamaan dan kesejateraan Umat manusia sebagai tujuan hidup karena kasih
akan menjadikan kita semua sebagai love and divine human being (penuh
kasih dan kesucian)
Dari pemahan diatas
sudah jelas begitu mulianya kasih itu sehingga kita idak bisa memiliki alas an
lagi untuk mengabaikan kasih, mudah-mudahan kita semua mampu memahami
,menguraikan serta melaksanakan kwajiban kita berdasarkan sebuah kasih.
Demikian yang dapat
kami sampaikan mudah-mudahan apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua sehingga Om
Awignamastu santi/ kedamaian jasmani maupun rohani dapat kita raih.
Akhir kata dengan puja
parama santi
, “Joyo-joya wijayanti lebur deneng pangastuti
mugi kali sing sambi kolo”
om santi santi santi om.
Rahayu rahayu rahayu.
Sumber dari:
Mertha I Nengah.
2009; ”Menggantang Hidup di Jaman Kali Yuga”, Jl.Sangalangit Penatih Denpasar
Timur, Widya Dharma
M.pd.,M,
S.Ag, Suratnaya Ketut Dewa. 2005;
“Kumpulan Dharma Wacana,Dharma”, Duta Gading Sewu.
SP.,M.Hum
Jelantik bagus ida.Drs 2011; ”Bhagavad
gita Terjemahan Bergambar Gun gun”, Jl.padma 30 Penatih Denpasar timur, ESBE
buku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar